Tuesday, January 20, 2009

SIM seharga 9 Juta

Bukan rahasia lagi kalo bikin SIM di Indonesia sangatlah mudah. Tinggal bayar lebih, foto, dan SIM langsung bisa didapat. Walaupun dari birokrasi kepolisian sudah mengusahakan untuk memperketat aturan SIM melalui jalur resmi, namun masih ada saja celah untuk masuk dari pintu belakang.

Sebetulnya ada semacam simbiosis mutualisme antara pelamar SIM dan petugas. Seolah-olah sudah saling mengetahui kebutuhan satu sama lain. Pelamar SIM butuh waktu, dan oknum petugas butuh isi kantong. Karena tidak ada pihak yang merasa dirugikan, kebiasaan itu membudaya dan eksis sampai sekarang. Butuh daya gebrak yang tinggi untuk memecah kebiasaan itu.

Saya sendiri pernah punya pengalaman mengurus SIM lewat jalur resmi (artikel di dibaca di postingan sebelumnya) dan ternyata memang sangat ribet. Saya sendiri bukannya tidak punya uang untuk membayar lebih (padahal kesempatan itu ada), tetapi saya memang sengaja ingin mengetahui sejauh mana proses pembenaran itu berlangsung. Saat saya ceritakan pada teman-teman bahwa saya gagal (1x) ujian SIM, mereka semua tertawa, “Owalah dik, pantes aja kamu gagal. Wong kamu cuma bayar 75 ribu.”

Dan apa yang terjadi sekarang di Qatar, saya harus membayar 9 juta rupiah untuk memperoleh SIM. Itu hanyalah uang pendaftaran driving schoolnya. Belum lagi saya harus menghabiskan waktu bolak-balik untuk kursus nyetir yang tempatnya sangat jauh dari tempat tinggal saya. Masih belum terbayangkan bagaimana rasanya memegang SIM Qatar, karena masih harus melewati beberapa driving test, yang katanya teman-teman tidak bisa diprediksi hasilnya.

Kalo sudah seperti ini, saya merasa bersyukur sekali tinggal di Indonesia. Andai saja bisa dapat pekerjaan di Indonesia dengan gaji Qatar, hmmm.

No comments: