Apabila kita berubah dari kondisi (kehidupan) satu ke kondisi yang lain, atau bahasa sederhananya, perubahan status sosial, tentu akan mempengaruhi
Saya pernah punya pengalaman seperti ini. Beberapa bulan setelah saya lulus kuliah, saya diterima kerja di perusahaan petrochemical yang besar. Waktu itu, saya yang mencetak rekor gaji tertinggi di antara teman-teman saya (sebelum beberapa teman saya mendapat pekerjaan yang lebih mantap daripada saya). Biasanya saya harus “nyenen-kemis” untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk kuliah. Setelah saya mendapat pekerjaan itu, saya digampar gaji 3x lipat dari pengeluaran biasanya per bulan. Dan sesaat itu juga sontak kehidupan saya berubah.
Hal pertama yang saya lakukan adalah ganti HP. Saya merasa HP saya (sebelumnya) sudah ketinggalan jaman. Sudah saatnya diganti dengan HP model terbaru dengan layar berwarna, MP3 ringtone, kamera megapixel dan internal memory lebih besar. Kemudian saya membuat langkah-langkah gebrakan yang sangat signifikan, terutama saat saya memutuskan untuk mengambil KPR dengan cicilan 1/3 dari gaji per bulan.
Semua itu saya sesalkan karena saya gagal dalam mengelola manajemen
Berangkat dari pengalaman itu, di Qatar saya merasa harus merencanakan diri secara lebih matang. Godaan-godaan duniawi dan konsumerisme sangat banyak menerjang saya. Namun sejauh ini, saat saya mulai tergoda, saya jadi teringat anak istri saya tercinta yang masih di kampung. Saya lebih senang memperhatikan kurs rupiah, ketika akan mentransfer dana dengan sejumlah angka-angka yang banyak nolnya ke rekening istri saya di akhir bulan.
No comments:
Post a Comment