Monday, November 24, 2008

No Eat Without Rice

Di Qatar, dimana menjadi tempat cari rejeki banyak manusia dari seluruh penjuru bumi, aku temukan menu-menu makanan yang aneh-aneh. Minggu pertama di Qatar, lidah masih belum bisa adaptasi dengan menu makanan, terutama waktu di hotel. Dan di apartemenpun, aku dan roommate-ku selalu masak sendiri, berbekal bumbu instant Finna dan kenekadan.

Di kantin pabrik, aku dihadapkan pada berbagai macam pilihan masakan. Untuk appetizer, biasanya soup kaldu ayam/sapi, soup cream, soup tomat. Dari beberapa macam soup, cuma soup kaldu saja yang bisa diterima oleh lidah. Main coursenya: Plain rice, biriyani rice, yellow rice, kabuli rice (lengkap dengan bau prengusnya), pasta/spaghetti, macaroni, bread, kobus (roti India), dan boiled potato. Dari berbagai macam pilihan karbohidrat itu, tentu nasi tetap pilihan utama. Dan lauknya: ayam baker, ayam “opor” (kayak opor tapi bukan opor), lamb, beef, sate udang, dsb.

Dan dessert (ini bagian yang aku sukai): bubur roti, bubur nasi manis, tart cake, pudding dan ice cream, hmm yummy…

Makanya kalo pagi hari nyari warung nasi di Qatar agak susah. Karena orang-orang biasanya breakfast hanya dengan roti. Warung disini biasanya buka jam 11, persiapan untuk lunch. Kalopun perut udah terlanjur keroncongan dan kadung keluar rumah di pagi hari, satu-satunya alternatif adalah 24hr fast food, seperti McD dan KFC (yang ada menu nasinya). Emang dasar orang Indonesia, kalo belum makan nasi berarti belum makan.

Dan ketika seorang kawan dari Kenya bertanya, “Can’t you survive without rice?”. Pertanyaan itu aku jawab dengan sederhana, “No eat without rice”.

Sumatera lebih istimewa dibanding Jawa?

Di sela-sela pekerjaan, aku dan teman-teman dari lain bangsa asyik ngobrol. Kebetulan mereka dari Nepal dan Srilanka. Dan salah satu dari mereka menanyakan padaku tentang bahasa resmi negaraku. Tentu saja aku jawab Bahasa Indonesia dan aku tambahi bahwa di Indonesia sendiri terdapat ratusan bahasa daerah, yang satu sama lain belum tentu saling mengetahui.

Tanpa terduga, salah seorang dari mereka bertanya lagi, “Bahasa resmi negaramu itu asalnya dari bahasa daerah mana?” Sebuah pertanyaan yang sangat cerdas dan bahkan aku belum pernah memikirkannya sebelumnya.

Bangsa Indonesia, yang mayoritas penduduknya adalah orang Jawa, harus mengakui bahwa bahasa persatuan yang kita gunakan adalah adopsi dari bahasa Melayu. Dan bahasa Melayu sendiri awalnya dipakai di daerah Sumatera. Maka dari itu kalau kita “cakap-cakap” dengan orang Malaysia masih bisa saling memahami.

Dan bahasa daerah mayoritas penduduk (Boso Jowo-red) lama kelamaan ditinggalkan. Sebuah bahasa yang sangat rumit karena penuh dengan klasifikasi strata mulai dari Kromo Inggil sampai Ngoko Lugu, yang Wong Jowo belum tentu mengetahuinya. Hampir bisa dipastikan, lama kelamaan Boso Jowo berubah menjadi Boso Suriname. Dimana kata “mangan” diucapkan dengan sama maknanya kepada Bapak, Adik, teman main, Kanjeng Sinuhun, ayam, kucing, dsb.

Jadi apakah Sumatera itu lebih istimewa dibanding Jawa? Cari sendiri jawabannya.

Bahkan Merekapun Tahu (Cerita Tentang Tanah Suci)

Saat aku lagi asyik utak-atik alat penunjuk arah kiblat, tiba-tiba seorang teman dari Filipina ikut bergabung. Awalnya dia menanyakan tentang alat yang mirip kompas itu, tentu aku ceritakan apa adanya bahwa ini adalah penunjuk arah ke Mekkah.

Lalu dia berkata, “I know Mekkah is the centre of the earth”. Tentu saja aku kaget, karena aku tahu dia beragama Katholik. “How do you know?”

Dan dia bercerita tentang Geografi. Bahwa di Mekkah terdapat pusat magnetisme bumi. Dia juga menjelaskan mengapa muslim meletakkan jidadnya (sujud-red) ke arah Mekkah. Karena di saat kita stress, kepala kita akan dipenuhi oleh ion-ion yang negatif. Maka dari itu untuk menetralisirnya, kepala kita ditempelkan ke tanah searah dengan pusat magnetisme bumi (Mekkah-red).

Cerita dia aku perkuat dengan menerangkan bukti. Aku percaya baca di koran (kalo ga salah Jawa Pos), bahwa di Arab Saudi memang terdapat daerah yang mempunyai daya magnet tinggi. Apabila kita mengendarai mobil searah dengan arah magnet, maka tanpa digaspun mobil bisa jalan sendiri. Dan sebaliknya, ketika mobil kita berjalan melawan arah magnet, maka walau digas kencengpun, mobil tetap berjalan lambat.

Subhanallah, gumamku dalam hati. Seorang non-muslim saja bisa tahu keistimewaan tanah suci kelahiran Nabi Muhammad SAW. Masak yang muslim sendiri ga tahu sih?